Apakah kita sudah ramah dengan anak
Pada
hari Rabu tanggal 11 Maret 2020 merupakan hari yang berbeda dari hari biasanya
karena pada hari itu berambahnya pengetahuan yang begitu berharga dari seorang
Kabid Pemberdayan Perempuan dan Anak DPPPA Provinsi Kalimantan Selatan dalam
rangka Penyuluhan Pola Asuh Anak dan Remaja yang diselenggarakan oleh DPPPA
Kab. Balangan.
Dihadiri
oleh sekitar 25 orang yang terdiri dari guru BK, Komunitas Anak, Santri,
Pengasuh Pondok Pesantren dan pengurus organisasi, acara kali ini benar-benar
memberikan pencerahan dan pengetahuan yang sangat berguna bagi kita semua baik
sebagai orang tua maupun sebagai guru.
Disampaikan
oleh Bapak Andrian Anwari Kabid Pemberdayan Perempuan dan Anak DPPPA Provinsi
Kalimantan Selatan, walaupun hanya dalam waktu yang sangat singkat yakni dari
jam 11.20 wita sampai jam 13.10 wita, namun materi yang disampaikan cukup
membekas dan dapat sangat mudah dipahami oleh peserta. Penyampaian yang santai
ditambah komunikasi yang mudah dimengerti dan didukung oleh presentasi yang
cukup baik membuat materi ini cukup mudah dicerna oleh para peserta.
Dalam
penyampaian inilah ternyata sangat banyak hal yang tidak kita ketahui selama
ini tentang bagaimana dan apa yang harus dilakukan ketika kita menghadapi anak
dan remaja, baik sebagai orang tua maupun sebagai guru dna sebagai masyarakat.
Diawali
dengan slide ajakan merenungi kehidupan anak-anak kita di masa yang akan
datang, apakah akan lebih mudah kita sebagai orang tua atau guru menghadapi
anak dan remaja dimasa depan atau malah sebaliknya akan lebih sulit. Ternyata
jawaban peserta sebagian besar menyatakan agak lebih sulit karena berbagai
faktor.
Dari
pendapat para peserta tersebut, narasumber melanjutkan dengan memberikan
gambaran pada slide selanjutnya tentang kemerosotan moral dan mengaitkan dengan
pendapat para hadirin yang meyatakan agak sulit menghadapi anak dan remaja di
masa depan. Ternyata pendapat para hadirin tersebut memang ada benarnya.
Pasalnya pada hasil survey yang dilakukan Komnas Perlindungan Anak & LSM
Yayasan Kita dan Buah Hati (Dalam kurun
waktu Januari 2008 – Februari 2010) hasilnya adalah Kemerosotan Moral
(Dekadensi) menggejala di seluruh
lapisan masyarakat
•
67 % anak SD di Indonesia pernah mengakses pornografi
•
62, 7 % siswi SMP sudah tidak perawan
•
21,2 % remaja SMP/SMA mengaku pernah aborsi.
Dari
hasil survey tersebut, banyak peserta yang merasa terkejut akan fakta yang
dihadapi para remaja di Indonesia saat itu. Kita bisa membayangkan hal itu
terjadi antara tahun 2008 s.d 2010. Bagaimana dengan saat ini yang sudah tahun
2020. Hal ini juga membuat kita sebagai orang tua atau guru menjadi was-was
karena kita sebagai guru dan sebagai orang tua berada dalam lingkup dan
langsung berhadapan dengan para remaja dan anak-anak tersebut.
Hal
lain yang juga tak kalah menjadi perhatian para peserta adalah komposisi yang
dikemukakan oleh Unicef (2009) bahwa komposisi pendidikan bagi anak yang sangat
berpengaruh terhadap perkembangan kognitif, afektif dan psikomotor anak adalah
20% dari Pendidikan Sekolah, 20% dari Pendidikan Lingkungan dan 60% dari Pendidikan
Keluarga. Dari komposisi di atas, peran keluarga yang 60% jika tidak terpenuhi,
maka peran keluarga akan diambil alih oleh lingkungannya, bukan sekolahnya.
https://images.app.goo.gl/4kwikudMFBppKizZ6
Kenapa
disampaikan bahwa peran keluarga akan diambil alih oleh lingkungan terlebih
dahulu baru oleh sekolah, karena alasannya adalah anak lebih banyak
berinteraksi dengan lingkungannya daripada dengan sekolahnya. Meskipun dari
segi waktu dimungkinkan anak lebih banyak di sekolah, akan tetapi dalam segi
efektifitas, pergaulan di lingkungan bisa lebih berpengaruh daripada di
sekolah. Memang hal ini hanya pendapat pribadi dari penulis karena beberapa
pertimbangan sederhana yaitu anak yang tidak tercukupi kebutuhannya oleh
keluarga, maka ia akan mencari peran pengganti keluarga itu di
masyarakat/lingkungan karena di lingkungan cenderung mereka memiliki kebebasan,
berbeda dengan di sekolah yang terkait erat dengan berbagai aturan.
Dari
gambaran di atas, narasumber kembali melanjutkan presentasi slide demi slide
dan terhenti pada slide dimana ada ungkapan Lingkungan yang pertama di kenal
anak adalah KELUARGA, Guru pertama anak adalah
KELUARGA (ibu), Masa EMAS (Golden Age) anak bersama KELUARGA, QS: At
Tahrim: 6 “Qu Anfusakum wa ahlikum
nara”, ”Al-Ummu madrasatun idza
a’dadtaha ‘adadta sya’ban
tayyibul ‘araq” artinya
“seorang ibu adalah sekolah. Jika
engkau persiapkan dia dengan baik maka
sungguh engkau telah mempersiapkan sebuah generasi yang unggul”. (ibu disini bermakna keluarga)
Ungkapan
itu benar-benar bermakna, tidak hanya sekedar ungkapan atau kata. Lingkungan
yang pertama di kenal anak adalah KELUARGA merupakan fakta yang tidak bisa
dihilangkan. Seorang anak pasti mengenal orang saat pertama kali adalah
keluarganya. Apapu yang dilakukan oleh keluarganya secara otomatis akan masuk
pada pengetahuan anak dan akan dianggap benar oleh anak tersebut. Guru pertama
anak adalah KELUARGA (ibu), ini
bermakna bahwa segala yang dilakukan
oleh keluarganya kemungkinan besar akan dituruti oleh anak karena secara sadar
atau tidak, keluarga (ayah, ibu, adik, kakak, nenek dan anggota lainnya) adalah
seorang guru yang akan di tiru oleh si anak. Perbuatan dari anggota keluarga
akan dianggap benar oleh anak sehingga mereka akan menuruti apa yang telah dilakukan
oleh anggota keluarganya.
https://images.app.goo.gl/3Y9iQpewGwBMXXmE6
Masa
EMAS (Golden Age) anak bersama KELUARGA ini bermakna bahwa usia emas (5 tahun
pertama kehidupan) anak berada di keluarga. Mereka menghabiskan banyak waktu
pada usia tersebut di dalam keluarga ditambah kemampuan meniru yang sangat baik
pada usia itu. Sehingga apapun yang terjadi dalam keluarga akan sangat mudah
diterima dan diyakini oleh anak. Dengan adanya ungkapa tersebut, maka sangat
sesuai denga apa yang diwahyukan ALLAH SWT dalam firmannya pada QS: At Tahrim:
6 “Qu Anfusakum wa ahlikum nara” yaitu
kita diperintahkan menjaga diri dan anggota keluarga dari api neraka. Dengan
pendidikan agama yang baik dan pendidikan umum yang memadai, akan membantu kita
para orang tua atau guru dalam menghadapi anak dan remaja.
Namun
yang menjadi pertanyaan adalah sudahkah keluarga menjadi tempat yang nyaman dan
aman bagi anak dan remaja??? Faktanya sekarang ini adalah mayoritas perilaku
remaja saat ini dibentuk oleh lingkungannya dibandingkan nasihat dan pengaruh
dari orang tuanya. Inilah pertanyaan yang diajukan oleh Pak Andrian Anwari.
Masing-masing peserta tentu punya jawaban masing-masing. Ada yang menjawab
sebagian rumah atau keluarga tidak menjadi tempat yang nyaman dan aman bagi
anak karena sangat sedikit waktu yang tersedia di keluarga untuk berinteraksi
satu sama lainnya. Hal ini karena kesibukan terutama ayah dan ibu sehingga
waktu untuk bersama dengan anak-anak menjadi berkurang dan tidak efektif. Ada
juga yang menyampaikan bahwa keluarga yang rusak (broken home) juga menjadi
penyebab anak menjadi tidak nyaman berada di rumah dan memilih untuk
berinteraksi dengan lingkungannya.
Semua
jawaban diapresiasi oleh Bapak Andrian Anwari karena memang benar begitu
adanya. Beliau kemudian melanjutkan presentasi dimana ada beberapa penyakit
yang sadar atau tidak, ada dan menjadi kebiasaan dari para orang tua atau guru.
Penyakit tersebut antara lain : Asma, TBC, Kudis, Tipus Batuk.
Dari
pemaparan sekilas tentang penyakit orang tua atau guru tersebut, saya sambil
senyum-senyum sendiri dan bertanya-tanya apakah sebenarnya penyakit di atas.
Ternyata penyakit tersebut adalah Asal Marah, Terlalu Bawel dan Cerewet, Kurang
Disiplin, Tidak Peduli Urusan Sekolah dan Bicara Asal Nyeletuk.
Lalu
apa yang seharusnya bisa dilakukan oleh orang tua atau guru demi memenuhi
hak-hak anak sehingga mereka mendapatkan rasa aman dan nyaman dengan
keluarganya? Ada hal yang perlu dilakukan oleh orang tua antara lain Memberi
identitas pada diri anak membuatkan akta kelahiran anak, membangun komunikasi
yang efektif dalam keluarga, sehingga
anak mendapat kesempatan untuk
mengemukakan pendapat, memberikan rasa aman, nyaman dan lingkungan yang baik bagi tumbuh kembang anak dan banyak lagi tugas lain yang harus
dilakukan oleh orang tua.
https://images.app.goo.gl/PCsKBGb1Ws1SJth78
Terkait
dengan komunikasi, ternyata banyak hal yang kurang efektif sering kita lakukan
dalam hubungan sehari-hari dengan anak. Ternyata nasihat tidak selamanya
efektif dan alternatif penggantinya adalah membawa anak untuk berpikir atau
refleksi diri atas apa yang telah dia perbuat. Demikian juga teknik interogasi
bisa berdampak kurang efektif terhadap hubungan keluarga dengan anak, teknik
yang bisa dipakai sebagai pengganti interogasi adalah menyatakan observasi,
artinya ketika anak melakukan kesalahan, maka kita perlu mengungkap segala
aspek yang kemungkinan menyebabkan ia melkaukan kesalahan tanpa menghakimi dia,
berikan dia kesempatan untuk menjelaskan apa yang terjadi dan apa yang
melatarbelakangi kejadian tersebut.
Komunikasi
selanjutnya yang kurang efektif adalah menolak/mengalihkan perhatian, artinya
jika anak bersalah, yang terjadi adalah anak merasa dijauhi atau ditolak dan
bahkan terang-terangan memberikna perhatian pada anggota lainnya seperti adik
atau kakaknya. Untuk mengganti pola komunikasi yang kurang efektif itu, langkah
yang cukup tepat adalah dengan memberikan empati dan selalu memberikan
perhatian yang memadai agar dia tidak merasa diabaikan. Terakhir adalah
perintah. Ternyata komunikasi dalam bentuk perintah tidak terlalu efektif dan
bisa kita ganti dengan bentuk pilihan.
Tanpa
terasa waktu sudah menunjukkan jam 13.00 dan sudah hampir makan siang, namun
materi masih sangat menarik untuk diikuti karena pembahasannya sangat berkaitan
dengan kehidupan kita sehari-hari. Pada saat-saat akhir pertemuan yang hanya
sekitar 2 jam ini, narasumber menyinggung tentang kekerasa pada anak dan remaja
dimana kekerasan ini tidak berdiri sendiri, baik itu dari pihak yang mengalami
kekerasan maupun pelaku kekerasan. Yang
paling penting adalah orangtua HADIR
dalam hidup anak dan dengan penuh
kesadaran bahwa masa depan anak sangat dipengaruhi dari apa yang ditanamkan dalam kehidupan anak sejak dalam kandungan.
Merencanakan
dan mengorganisasikan malam keluarga,
disebut juga waktu keluarga atau
kebersamaan keluarga, bermain bersama, berbagi pekerjaan dan tanggung jawab
mengatasi masalah dan membuat keputusan
merupakan langkah tepat untuk meminimalisir atau menghilangkan praktik
kekerasan terhadap remaja, baik sebagai korban atau sebagai pelaku.
Akhirnya
sampai pada ujung pertemuan penyuluhan ini, narasumber menyajikan dua slide
terakhir dimana slide pertama bertuliskan “Anak akan meniru lingkungan
sekitarnya. Semua kejadian akan menjadi proses
belajar bagi anak. Anak butuh PANUTAN, ia belajar menjalankan peran dan kecakapan sosial
melalui orang orang terdekat yang setiap waktu berinteraksi dengannya, baik
dari sisi perkataan, sikap maupun perilaku”.
Slide kedua terakhir berisi 4 (empat) langkah bijak yang perlu dilakukan orang
tua untuk menjamin kenyamanan dan keamanan hubungan interaksi antara orang
tua/guru dengan anak yaitu:
1.
LEADING BY EXAMPLE (memimpin dengan keteladanan) yaitu bukan hanya menyuruh/memerintah/meminta tapi juga memberikan contoh.
2.
USING BEST METHOD (menggunakan cara yang terbaik),
sesuatu yang baik belum tentu menjadi
baik jika dilakukan dengan cara yang
salah.
3.
FAIR & HONEST (keterbukaan & kejujuran), mengedepankan keterbukaan dan kejujuran
4.
BUILDING HARMONY (membangun keharmonisan), aneka ragam sifat/prilaku/karakter dalam keluarga ibarat taman bunga yg berwarna-warni.
Begitu
menarik dan bermanfaat materi yang disampaikan pada penyuluhan kali ini membuat
kami para peserta menjadi senang dan bertambah pengetahuan baru. Ditambah lagi
ada nasi kotak dan amplop berwarna puti membuat kami semakin senang dan
berterima kasih pada Allah SWT atas rahmat dan karuniaNya serta berterima kasih
pada panitia dan narasumber yang sudah mengadakan acara hari itu.
Inspirasi
terkadang didapat dari hal yang cuma ditemui selama 2 jam, namun bisa berdampak
luas bagi kehidupan kami, baik sebagai guru maupun sebagai orang tua. Inspirasi
yang bisa didapat pada hari ini adalah setiap tindakan anak itu tidak berdiri
sendiri, pasti ada faktor pendorong bagi terjadinya perilaku anak tersebut.
Faktor tersebut sangat dipengaruhi oleh lingkungan keluarga terutama orang tua,
baru lingkungan dan sekolah, jadi kalau peran keluarga tidak maksimal dalam
membina anak, maka peran pembinaan anak tersebut akan diambil alih oleh
lingkungannya. Kalau lingkungannya baik, maka akan baik juga anak tersebut dan
sebaliknya.
Balangan,
12 Maret 2020.
2 Komentar
Terus maju menulis Pak ..
BalasHapus100 % semangat .
InsyaAllah. terima kasih supportnya Bu Asnati
BalasHapus