(INSPIRASI) CARA MENCUCI CELANA BAYI YANG SALAH
https://images.app.goo.gl/GfZsHdGz7ZYn5AAx6
Sebagai seorang
manusia yang sudah menikah dan mempunyai seorang anak, tentunya kita sudah
mengemban tugas dan tanggung jawab menjadi orang tua. Setiap orang tua pastinya akan menemui berbagai macam kondisi bayinya,
baik saat masih merah, menangis tengah malam, ngompol dan BAB kapan saja dia
mau tanpa pemberitahuan terlebih dahulu.
Namun
itulah nikmatnya ketika menjadi orang tua. Kita bisa melihat perkembangan anak setiap hari mulai dari bisa menangis, minum
susu, merangkak, duduk, berdiri, berjalan dan berlari. Kita juga tidak akan
pernah terhindar dari yang namanya bayi ngompol ataupun BAB. Hal ini sudah
menjadi rutinitas si bayi dan merupakan pengalaman yang sangat berharga bagi
orang tua.
Kenapa
kita sampaikan bahwa ompol bayi ataupun BAB merupakan pengalaman yang sangat
berharga? Karena pengalaman ini akan menjadi kisah tersendiri ketika sang anak
sudah besar. Pengalaman ini akan sangat cepat berlalu dan mungkin tidak semua
orang bisa menikmati menjadi orang tua. Atau tidak begitu punya banyak waktu
untuk menjadi orang tua yang mengalami hal seperti itu.
Sebagai
sebuah pengalaman yang tidak akan pernah terlupakan, tentunya menjadi orang tua
yang mengalami masa tersebut akan mendapat pengalaman yang bisa dinikmati dari
berbagai sudut pandang, baik dari pengalaman fisik dimana kita terkena kotoran
bayi, membersihkan di lantai maupun nyebokin bayi maupun dipandang dari segi
makna yang dapat diambil dari masa-masa tersebut.
Sebenarnya,
apakah yang bisa diambil dari pengalaman berurusan dengan kotoran bayi?, kita
semua mungkin masih bertanya-tanya tentang hal itu. Saya juga awalnya tidak
menyadari ketika saya mengalami masa tersebut. Saya hanya merasakan bahwa pengalaman
tersebut berjalan seperti mengalirnya air tanpa pernah memikirkan apa yang bisa
diambil inspirasi dari pengalaman tersebut.
Kembali
pada pokok bahasan tentang apa yang bisa diambil dari pengalaman berurusan
dengan kotoran bayi, saya akan urutkan dari pengalaman saya setelah saya
mempunyai anak pertama dan anak ke dua.
https://images.app.goo.gl/6qZE912giFtRRH7K6
Pengalaman
saya ketika mempunyai anak pertama sampai saat ini masih saya ingat dan kalau
saya ingat pengalaman tersebut, saya akan senyum-senyum sendiri. Bagaimana tidak? Ketika bayi saya
BAB (karena saya sepakat dengan istri bahwa kami meminimalisir penggunaan popok
bayi) saat malam hari, maka ketika paginya kami harus mencuci celana bayi yang
terkena BAB. Nah, ketika istri saya kebetulan ada kesibukan, maka saya yang
mengambil alih tugas istri saya untuk mencuci pakaian bayi saya.
Entah
apa yang ada dalam pikiran saya saat itu yang masih berusia 24 tahun. Semua
pakaian bayi saya saya campur semua dalam baskom dan saya masukan air dan sabun
cuci dan saya mulai mencuci. Saat itu waktu masih jam 5 pagi dan masih cukup
gelap. Dengan semangat dan rasa bangga karena bisa menggantikan istri dan mau
menggantikannya dalam berurusan dengan kotoran bayi, saya terus mencuci dengan
mengucek dan menyikat menggunakan sikat khusus cuci pakaian.
Setelah
cukup lama mencuci, langkah selanjutnya adalah membilasnya dengan air bersih
untuk menghilangkan sisa sabun cuci dan busanya. Satu persatu celana dan baju
bayi saya sudah berpindah ke keranjang cucian dan saya anggap sudah bersih.
Saya pun berdiri dan meregangkan pinggang setelah beberapa lama duduk jongkok
untuk mencuci.
Ketika
istri saya sudah selesai dengan kesibukannya dan tiba saatnya dia mau menjemur
pakaian, betapa terkejutnya dia ketika melihat ada sisa-sisa kotoran yang masih
menempel di ebebrapa pakaian bayi kami. Dengan agak kesal, dai kembali mencuci
pakaian bayi kami. Saya pun hanya bisa terdiam dan merenungi bahwa saya sudah
salah besar dalam mencuci karena saat saya mencuci, semua kotoran bayi saya
tidak saya buang terlebih dahulu sehingga semuanya terkena kotoran tersebut.
Saya
merasa bersalah dan bingung untuk mencari alasan agar tidak kena omel istri
saya yang sangat saya cintai. Saya akui
kesalahan saya dan berusaha membantu apa yang sedang ia kerjakan. Demikianlah
pengalaman saya ketika berurusan dengan kotoran bayi pertama saya.
Setelah
sepuluh tahun kemudian, kami diberikan lagi oleh tuhan amanah memiliki anak ke
dua yaitu seorang puteri yang cantik dan imut. Mau tidak mau, kami pasti
berurusan lagi dengan hal yang sama layaknya saat kami mempunyai anak pertama.
Masih dengan semangat yang sama seperti saat anak pertama, kami sangat jarang
menggunakan popok bayi. Penggunaan popok bayi hanya kami lakukan ketika kami
bekerja ataupun ketika berjalan-jalan ke tempat umum atau ke tempat yang cukup
jauh.
Namun
secara naluri, ada perubahan cara saya mencuci pakaian bayi saya. Ketika dulu
saya mencuci pakaian kotor bayi dengan merendamnya ke dalam baskom khusus cuci
(karena kami tidak menggunakan mesin cuci) dan menguceknya, sekarang cara yang
saya gunakan berbeda. Saya siram dahulu kotoran yang menempel di pakaian bayi
saya sampai bentuk fisiknya hilang, setelah semua tidak ada kotoran lagi, baru
saya cuci seperti biasa menggunakan sabun cuci di dalam baskom cuci.
Hasilnya
pakaian bayi saya semuanya bersih dan wangi karena tidak ada lagi sisa kotoran
yang menempel. Begitu juga celana bekas pipisnya, saya siram dan kucek di luar
baskom dahulu untuk menghilangkan baunya, selanjutnya saya masukan ke tempat
cuci dan saya kucek sambil sebagian menggunakan sikat cuci.
Lantas
apa yang bisa dijadikan inspirasi seperti yang telah dijanjikan di atas.
Bukankah proses ini hanya melakukan kesalahan pada proses pertama dan mengalami
perbaikan pada proses ke dua. Tidak ada yang spesial. Mungkin kita
mempunyai pikiran yang sama seperti itu.
Namun ketika saya merenungi segala apa yang pernah saya lakukan, baik kesalahan
atau kebenaran yang saya lakukan, saya teringat ketika proses pertama mencuci
dan proses ke dua mencuci.
Saya
menyakini setiap manusia pasti pernah berbuat kesalahan dan mungkin saja
sekarang ini kita sedang berbuat dosa. Dan untuk menghapuskan dosa dan
kesalahan kita, maka hal yang kita lakukan adalah dengan bertobat. Adapun
perbuatan dosa yang kita lakukan laksana kotoran bayi yang menempel di
celananya. Sedangkan untuk membersihkan diri dari dosa, kita diwajibkan
bertobat. Namun yang menjadi masalah adalah ketika kita bertobat, terkadang
saat kita melakukan maksiat, kita bertobat, namun tetap melakukan maksiat atau
dosa tanpa pernah meninggalkan atau membuang perbuatan dosa sepenuhnya. Begitulah
kira-kira perumpamaan perbuatan kita
ketika kita bertobat namun tetap melaksanakan maksiat, maka hasilnya dosa tidak
akan pernah hilang sempurna. Berbeda dengan proses ke dua dengan cara
membersihkan atau meninggalkan perbuatan maksiat atau dosa kemudian bertobat
(dicuci bersih) dan hasilnya akan sangat memuaskan.
Dengan
demikian, ketika kita mau (mencuci) membersihkan diri dan hati kita, maka
hendaknya kita (buang dahulu semua kotoran yang ada) tinggalkan semua perbuatan
dosa dan maksiat. Jangan sampai ada kotoran kita campur semua dalam
satu tempat. Yang ada bahkan bisa membuat kotoran tersebut menyebar ke
mana-mana dan mengotori pakaian yang lain. Hilangkan dahulu kebiasaan maksiat
diringi perbuatan tobat. Jangan mencampur maksiat dan tobat agar tobat kita
sempurna.
Balangan,
14 Maret 2020
0 Komentar