BAGAIMANA ULAR BERTEPUK TANGAN
https://images.app.goo.gl/uzQAdjJYDgSakG7U9
Tahun 2012 bulan April dikala malam hari setelah selesai Shalat magrib, saya memeluk anak saya yang masih belia berusia 3 (tiga) tahun. Saya peluk dan cium dia sambil berbaring di kasur. Saat itu dia meminta kepada saya untuk menceritakan sebuah dongeng karena dia sangat senang mendengar cerita dari ayah. “Bah, bakisah bah, ulun handak mandangar kisah pian” dalam bahasa Banjar Hulu Sungai yang artinya “Ayah, berceritalah, saya mau mendengar cerita ayah” dengan suara yang sangat manja.
Saya lalu mencoba mengingat-ingat cerita yang dulu pernah diceritakan oleh orang tua dan nenek/kakek saya ketika saya masih kecil dulu. Sambil terus mengajaknya bicara, sambil juga saya berpikir dan akhirnya saya teringat sebuah cerita dongeng yang melibatkan kancil, harimau, kumbang dan semua binatang di hutan.
Dengan kata yang meyakinkan, saya setuju untuk bercerita kepada anak saya dan dia pun sangat senang mendengar pernyataan saya tersebut. Sebelum saya bercerita, saya mau anak saya merapikan bantal yang telah berserakan dilantai karena terlalu asyik bercanda sebelumnya. Anak saya yang berumur tiga tahun tersebut cepat-cepat untuk merapikannya meskipun tetap saja tidak begitu rapi, namun saya berpikir bahwa dia mau melakukan pelapisan dengan baik itu sudah sangat bagus, tidak peduli dengan hasilnya.
Saya menyuruh dia berbaring di sisi saya sambil saya peluk dia. Dia pun mendesak saya agar cepat bercerita karena kalau terlambat, nanti shalat Isya dan dia akan tidur sehingga cerita tidak akan didengar sampai selesai. Saya pun terus menggodanya dengan memperlambat dimulainya cerita sampai dia merengek-rengek. Hal itu membuat saya cukup terhibur dengan rengekan manja dia karena kebetulan dia adalah anak pertama saya yang sangat saya sayangi.
Setelah cukup untuk menggodanya, saya pun memulai cerita dan dia mendengarkan dengan baik. Awal cerita saya menyebutkan tokoh-tokohnya antara lain si kancil, harimau, kumbang dan binatang hutan lainnya. Pada suatu hari, sang raja hutan harimau berjalan-jalan di hutan dan bertemu dengan binatang hutan yaitu ular. Karena ular sering terjebak dan kalah oleh kecerdikan si kancil, maka pada saat itu, ular bercerita tentang kehebatan si kancil kepada harimau. Tiba-tiba itu juga harimau sangat marah dan bermaksud untuk melakukan perhitungan / penyelesaian kepada si kancil dan akan berarti juga mempermalukan si kancil di depan orang banyak.
Mendengar jawaban harimau, ular pun bertanya pada harimau tentang apa langkah yang akan dilakukan harimau untuk mengalahkan si kancil. Harimau lalu beritahukan langkah yang akan dilakukannya. Ia mengatakan bahwa akan mengajak si kancil untuk bertanding di hutan. Pertandingannya adalah siapa yang dapat membuat lobang di pohon, maka ia akan menjadi pemenangnya. Ular pun tertawa dan yakin bahwa si kancil akan kalah dengan harimau karena harimau punya kuku-kuku yang tajam.
Mereka mendiskusikan bagaimana dan kapan serta di mana
pertandingan itu dilaksanakan. Akhirnya mereka sepakat bahwa pertandingan itu
dilaksanakan seminggu setelah pertemuan ini. Ular pun bergegas pergi dan
membuat sayembara kepada seluruh warga hutan. Ular tidak lupa juga mencari si
kancil untuk memberitahukan tantangan harimau tersebut.
Setelah cukup lama mencari, akhirnya ular menemukan kancil
yang sedang minum dipinggir kali. Ular pun lalu memanggil kancil dan kancil
dengan santainya menghampiri ular dan berkata, “hai ular, apakah kau mau
mengajak aku bertanding lagi denganmu. Kamu tahu kan kalau kamu selalu kalah
denganku?”. Ular menjawab “Ya, tapi kali ini yang bertanding bukan antara kau
dan aku, melainkan kau dan harimau”. Mendengar perkataan ular, kancil pun
menyetujui pertandingan itu dan menanyakan bagaimana, di mana dan kapan
pertandingan idu diadakan.
Ular menjelaskan dengan lengkap perihal pertandingan yang
akan dilaksanakan pada minggu depan di pinggir kali jam 10 pagi. Ular juga
mengatakan bahwa pada pertandingan itu, semua penduduk hutan akan diundang dan
semuanya sudah mengatakan akan hadir. Si kancil tanpa pikir panjang menyetujui
walaupun dia belum mendapatkan akal bagaimana agar pohon bisa dilobangi dengan
menggunakan kaki.
Hari demi hari dilalui kancil dengan perasaan santai tanpa
takut kalah. Kancil terus berpikir dan akhirnya dia memutuskan untuk
beristirahat sejenak di bawah pohon besar. Pohon besar itu sangat rindang dan
kebetulan di salah satu dahannya terdapat dahan yang sudah mati. Sambil beristirahat
di bawah pohon, dia melihat seekor kumbang yang sedang membuat lobang di dahan
yang sudah mati tersebut. Dari sanalah dai mendapat ide bagaimana caranya
mengalahkan harimau.
Kancil lalu memanggil si kumbang dan menceritakan apa yang
saat ini dipikirkannya. Si kumbang pun mendengar cerita si kancil dengan baik. Dari
hasil percakapan keduanya, disepakati bahwa kumbang dengan senang hati akan
membatu kancil untuk mengalahkan harimau.
Hari demi hari terus berlalu. Tinggal dua hari lagi waktu pertandingan
berlangsung. Sebagian binatang sudah bersiap-siap melihat pertandingan yang
sangat bergengsi dan mendebarkan tersebut. Binatang yang dari jauh pun sudah
mulai berjalan untuk mendatangi tempat pertandingan tersebut.
Sementara sebagian binatang juga memasang bendera dan
umbul-umbul di beberapa tempat sekitar tempat pertandingan dan sebagian lagi
menyiapkan tempat duduk para penonton. Sementara tanpa diketahui oleh para binatang
petugas, si kumbang telah membuat lobang di pohon yang nantinya akan dijadikan
sasaran untuk dilobangi. Dengan gigih, kumbang membuat lobang sebesar kaki
kancil dengan bantuan teman-temannya. Akhirnya dalam waktu beberapa jam, lobang
tersebut sudah selesai dibuat dan selanjutnya lobang tersebut ditutup dengan kulit
kayu agar tidak terlihat oleh harimau. Kumbang juga memberi tanda pada kayu
yang sudah berlobang tersebut agar kancil nanti dengan mudah menendang kayu
yang sudah berlubang tersebut.
Akhirnya sampailah saat yang dinantikan dan semua binatang
sudah berkumpul di hutan tempat pertandingan akbar tersebut. Mendengar cerita
sudah sampai pada saat pertandingan, anak saya pun semakin gembira. Dia juga
bersorak-sorak layaknya anak-anak ketika berada di suasana ramai.
https://images.app.goo.gl/5rVzzn7CJLjYvoUK9
Ketika jam yang ditentukan sudah tiba, maka masuklah ke arena
pertandingan dua binatang yang akan bertanding yaitu harimau dan kancil. Semua penonton
riang gembira melihat dua binatang tersebut. Mereka semua bertepuk tangan sambil
bersorak-sorak dan menyebut-nyebut nama binatang tersebut. Pendukung kancil
menyebut-nyebut nama kancil dan sebaliknya. Saat inilah saya sangat terkejut
dan tidak menyangka respon anak saya. Apa yang dia katakan membuat saya tidak
bisa menjawab dan hanya terdiam sejenak untuk memberikan alasannya. Dia berkata
pada saya bahwa “Bah, kaya apa ular ba ampik (bahasa banjar.red)” yang artinya
dalam bahasa Indonesia adalah “Ayah, bagaimana ular bertepuk tangan?” padahal
ular tidak punya tangan. Saya lalu melanjutkan bercerita tanpa menjawab
pertanyaan anak saya secara memadai.
Cerita berlanjut dengan pertandingan dan benar saja bahwa
ketika harimau mencoba melobangi pohon, memang dia punya kuku yang kuat dan
tajam sehingga ketika dia mencakar, pohon sedikit demi sedikit mulai berlobang,
namun tidak sampai dalam. Sedangkan sampai giliran kancil, dengan sedikit gaya
layaknya seorang pemain silat, dia menendang-nendang pohon tersebut pada ciri
yang sudah dibuat oleh kumbang dan akhirnya pohon itu bisa dibuat berlobang
oleh tendangan kancil. Dari hasil pertandingan itu, maka kancil dinyatakan menjadi
pemenang dan semua binatang bertepuk tangan kecuali ular dan cacing. Cerita pun
selesai dan anak saya sangat senang mendengar cerita tersebut.
Saya berpikir benar juga kata anak saya, kenapa saya memasukkan
kata “semua binatang bertepuk tangan”, padahal ular tidak punya tangan. Dari sana
bisa saya ambil hikmah dari apa yang sudah saya alami dengan anak saya yang
masih berumur 3 tahun tersebut. Ternyata sekecil apapun informasi yang kita
suguhkan pada anak, mereka akan memprosesnya dan akan masuk ke dalam memorinya
dan mungkin saja nanti kelak ketika ia dewasa, informasi tersebut akan mereka
gunakan untuk menjalani kehidupan sehari-hari. Oleh karena itu, kita sebagai
orang tua harus sangat berhati-hati memberikan informasi kepada anak-anak kita
agar mereka tidak salah dalam menerima informasi. Ketika mereka mempertanyakan
informasi tersebut keliru dengan keyakinan mereka, maka kita sebagai orang tua
harus dapat menjelaskan dengan bijaksana. Kalau mereka yang keliru dalam
keyakinannya, maka kita meluruskan keyakinan mereka dengan bijak. Jikalau kita
yang keliru dalam memberikan informasi (informasi apapun itu, tidak hanya
dongeng), maka jangan pernah gunakan cara ngeles atau mencari pembenaran. Akuilah
kalau memang informasi yang kita berikan salah atau keliru.
Demikian pengalaman saya ketika menghadapi kepolosan anak,
semoga bisa menjadi inspirasi bagi pembaca sekalian.
Balangan, 18 Maret 2020
2 Komentar
Salam kenal Pak. Saya datang untuk melihat-lihat blog bapak.
BalasHapusTernyata blognya sudah bagus dan rapi. Bahkan sudah terpasang iklan.
Kalau sudah begini, bapak sudah bukan pemula lagi. Sudah naik level
Yang penting tetap update postingan terus pak.
Salam kenal pak Brian. Terimakasih pak atas kunjungannya. Mohon bantuan dan bimbingan bapak agar blog ini bisa berkembang dan tetap eksis.
BalasHapus